Friday, January 30, 2009

ban bajaj

Wed 12:14pm On Facebook

hidup saya selalu diantara dua sahabat. disebagian besar kesempatan jalan dengan sahabat selalu jadi angka tiga. kalau bisa mengumpulkan lebih dari tiga orang sahabat itu ajaib. nita, dewi, lola atau nita dewi flo atau nita dewi mekka… loh kok ada lo terus sih wi hehehe…

diantara sahabat cowo selalu tiga, kata dewi lingkaran setan gue hehehe, nita dono evan, nita dono jimmy, nita dono miller.. hua ini mah kebetulan, nita dono aang… pas deh. loh kok selalu ada lo juga sih mas dono hehehe…

di kantor adalah nita eci dan citra. citra sebut kami three musketeers, saya sebut kami ban bajaj. kemanamana bertiga.. at least it was.. sebelum pada nikah – kecuali saya- dan punya keluarga kecil.

hari ini ban bajaj saya hilang satu. eci bakal menjalani hari terakhirnya di kantor ini. belum juga berakhir hari ini, saya sudah merasa oleng neh. seperti bajaj yang ga bisa jalan kalau bannya ilang satu. begitu juga saya. besok saya pasti sibuk menengok ke sebelah kanan meja yang sudah ditinggalkan sahabat saya ini. besok pagi saya akan bangun dan ngebut ke kantor seperti biasa cari sarapan bersama eci, dan saya akan lupa kalau besok dia sudah tak disini.

haiya kok jadi cerita sedih begini.

saya percaya persahabatan itu tak akan terkukung di kubus 2 x 2 meter ini. persahabatan itu melintas batas tempat dan waktu. ban bajaj saya bersama dewi dan teman-teman sudah 7 tahun umurnya. ban bajaj saya dengan mas dono dan kawan-kawan sudah lebih dari 8 tahun. kami masih jalan meski tak tiap hari. kami masih saling curhat meski tak harus bertemu. kan ada teknologi, ada hape terutama.

eci, wishing you all the lucks in the world.

warung kopi teman saya

Wed 8:54am on Facebook


kami berlima sibuk dengan perlengkapan teknologi masing-masing. dihadapan saya ada laptop dan ditangan ada hape, lola didepan saya berkacakaca membaca tulisan di laptop. sementara cindhe dan indro sibuk dengan facebooknya.

“makanya saya tidak mau pasang wi-fi. seperti ini neh, semua jadi autis,” tiba-tiba panto (pintu kalau dalam bahasa sunda) pemilik warung kopi 17 muncul dari balik meja bar.
“a-sosial mas. meski berlima, kami sibuk sendiri-sendiri,” kata saya sambil kembali memandangi laptop yang ga juga terkoneksi modem im2.

secara sadar atau tidak mau sadar, kita memang dijauhkan dari dunia sosial yang nyata dan menceburkan diri dengan sosialita semu. ada berapa banyak teman anda di facebook?

“teman gue udah seribu ci, tapi ga tahu siapa aja tuh mereka.” kata teman saya satu hari.
lain waktu teman saya entah sedih entah ngeledek atau pelacur-pelanpelan curhat- bilang “teman gue kok baru sedikit yah, lo udah 300-an nit. hebat bener.”

walah teman, 300-an makhluk di facebook saya itu palingan cuma 50 yang benar-benar teman. 50-an lainnya jejaring yang dibentuk karena kerjaan. 50-an lagi kawan-kawan lama yang tiba-tiba ketemu lagi di facebook. nah sisanya? entah lah... mungkin karena saya suka dengan mereka dan ingin tahu statusnya yang selalu “married to..” itu.

kembali ke warung kopi 17.

saat kafe-kafe lain berlomba menawarkan wi-fi gratisan, saya sempat berpikir jelek. apakah si pemilik tidak ingin pelanggannya berlama-lama ria dengan wi-fi sembari cuma minum secangkir espresso?

saya salah. konsep warung kopi ini dibuat senyaman di rumah yang anggotanya saling bersosialisasi satu sama lain. sofa-sofa besar di sudut kiri dan kanan mirip ruang keluarga dan ditengahnya ada meja bar. musik jazz lembut jadi backsound percakapan antar kawan. lampunya redup romantis. dan si pemilik ini yang membuat saya terkesan. dia adalah kawan, bukan bos-sebutan ini selalu bisa bikin kawan saya jengah.

ketika kami kembali ke alam nyata dan berbicang lagi, panto sang pemilik minta izin untuk bergabung ngobrol. bukan untuk beri nasihat macam orang tua yang selalu merasa benar, tapi seperti kawan. ketika dia kembali ke meja bar, dia bilang “saya tidak pernah membawa pulang cerita yang saya dapat dari pelanggan. bahkan tidak pada istri saya. cukuplah cerita itu sampai di depan pintu warung ini.”

sejak itu saya rasa tak perlu facebook untuk sejenak kabur dari kesibukan. saya akan kembali kesana sekedar minum espresso, menikmati alunan jazz dan berbincang panjang dengan panto, kawan baru saya

Lelaki dan kaos kaki

Thursday, January 15, 2009 at 5:46pm on Facebook

Saya punya kebiasaan memerhatikan hal kecil dari seorang lelaki. Mulai dari gigi, jemari sampai kaos kaki. Saya bukan orang yang melulu memerhatikan sesuatu yang nyata ada macam kemeja, kaos, jeans, sampai memerhatikan mahal tidaknya jam tangan lelaki. Bukan disana saya menilai dia, lelaki.

Kalau giginya rapi dan bersih bisa dipastikan lelaki ini memerhatikan kesehatannya. Kalau jemarinya kuning dengan kuku tak terurus apalagi bau, sesegera mungkin saya cari alasan untuk cabut dari hadapannya. Nah kaos kaki juga jadi bagian penting.

Mata ini sudah terlatih melihat detil yang kadang dianggap orang tak penting. Disebuah acara yang penuh banyak orang, saya sempatsempatnya memerhatikan kaos kaki para lelaki. Tidak ada masalah tentu saja kalau mereka berdiri, karena bakal tertutup celana panjangnya. Tapi kalau duduk, you better watch out guys. Kaos kaki Anda terlihat, menelanjangi karakter anda sebagai lelaki. Termasuk dia.

Yang selalu salah dari orang pintar adalah mereka suka lupa sama penampilan. Secerdas apapun Anda kalau punya penampilan tak menyakinkan, sorry bung, kami bisa tak kasih kesempatan Anda untuk menunjukan isi kepala loh.

Dan dia duduk diantara para tamu. Saya tahu dari daftar tamu bahwa dia salah satu orang penting dan pastinya cerdas kalau melihat dari curicullum vitae yang dibagikan panitia. Dia berjas necis, abu-abu dengan kemeja dan dasi yang serasi. Licin. Didukung dengan postur tubuh yang proporsional, dia sempurna. Tapi tunggu....mata usil saya menangkap hal yang tak beres dengan penampilannya. Kaos kakinya... bergarisgaris merah muda. Gubrak, tuing tuing....

Luluh lantak pujian saya saat itu juga karena buat saya.... ga banget :-)

tujuh tahun tanpa berantem

Friday, January 23, 2009 at 4:20pm On Facebook

ini bukan kisah pacaran, tapi persahabatan. tersebutlah eci, citra, nita, agus, fuad, elly, badi dan ali. kami berdelapan teken kontrak dengan kbr68h di hari dan tanggal yang sama, 22 januari 2002. kenapa tanggal itu sangat melekat di kami? sederhananya, di tanggal itu jatah cuti kami berakhir dan dimulai yang baru ;-)

seiring waktu satu persatu mengundurkan diri dengan alasan masing-masing. ali misalnya lebih sreg berdagang ketimbang ngejar berita di lapangan. atau badi mau konsentrasi belajar kriminologi katanya.

hingga januari 2009, tersisalah kami berlima, nita, eci, citra, agus dan fuad. kami mengurai cerita di email, memulung kenangan betapa dekatnya kami dulu. berdesakan di bajaj dan taksi cuma untuk nongkrong di bawah baliho taman ismail marzuki dan makan nasi goreng kambing. atau nonton film bareng di megaria yang dulu karpetnya selalu bau tengik karena basah.

satu kali teman kami elly menghilang entah kemana. kami bentuk dua tim mencari dia ke lokasi yang bisa kami kunjungi. Tim satu bergerak ke arah cikini, tim dua ke pasaraya manggarai. tim dua berhasil menemukan elly disana. malam itu juga saya, eci dan citra buka kamar di grand alia cikini khusus untuk mendengarkan curhat elly.

diantara kami, para lelaki ini memang lebih berumur dan dituakan. agus dan fuad mampu meredam emosi kami para perempuan yang suka meletupletup, iya iya cuma saya kok yang begitu. kepada eci dan citra juga saya seringkali menuangkan isi hati, mau marah mau senang, mereka tahu… ga semuanya ding.. pasti ada rahasia lah..

sampai sekarang pun kami dekat, tapi karena masing-masing sibuk dengan urusan keluarga kecilnya, cukup sulitlah buat kami cari waktu jalan bareng. suatu hari citra pernah bertanya pada saya, “kita pernah berantem ga sih?” saya cuma bengong dan bilang, “ga tahu, emang ada alasan yang bikin kita berantem?

tujuh tahun berlalu tanpa pertengkaran, ini adalah persahabatan yang menyenangkan. happy anniversary kawan. sayang agus dan fuad ga punya facebook, huh payah.

Sidang susila dan Snow

Friday, January 16, 2009 at 9:01am on Facebook

Petugas Kepala Polisi moral bersama keenam anggotanya melakukan razia. “ini adalah darurat moral. Anda semua disini sudah melanggar jam malam moral. Apapun yang berkaitan dengan pornografi, benda-benda mesum, tembak ditempat.” Begitu bergema suara peringatan dari Petugas Kepala.

Lalu keenam polisi itu bergerak ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang, menodongkan senjata dengan penanda laser. Menembaki apa saja yang ditemui, celana dalam bahkan sabun yang bisa digunakan untuk swalayan.

Ketika penanda merah itu mengenai baju saya, tiba-tiba pikiran saya terpelanting ke sebuah cerita yang disampaikan dalam novel Snow karya Orhan Pamuk. Saya merasa seperti Necip yang mati tertembak dalam sebuah revolusi di atas panggung.

Adegan razia oleh kepolisian moral dalam pertunjukan Sidang Susila oleh Teater Gandrik di Salihara malam tadi, mengingatkan saya pada pertunjukan sandiwara ”Tanah Airku atau Jilbabku” dalam Snow. Adegan tembak menembak muncul di bab 18 ”Jangan tembak, senapan itu berisi peluru!” sebuah revolusi di atas panggung. Tokoh kepala kepolisian moral yang diperankan Djaduk Ferianto mengingatkan saya pada tokoh Sunay Zaim, pemimpin teater dalam Snow yang digambarkan memiliki karisma sebagai pemimpin.

Dalam cerita tersebut, Sunay berdiri ditengah panggung dan tiga orang bersenjata di pinggir panggung. Dia berkata ” Oh, penduduk Turki yang terhormat dan baik hati. Kalian semua sedang melangkah di jalan pencerahan, dan tidak seorang pun akan dapat mengalihkan kalian dari perjalanan hebat dan penuh makna ini. Jangan takut. Para reaksioner ini ingin kembali ke masa lalu, para binatang buas dengan pikiran berselimut sawang itu, tidak akan pernah bisa keluar dari liang mereka. Orang-orang yang mencoba-coba bermain-main dengan republik, dengan kemerdekaan dengan pencerahan akan mendapati kehancurannya sendiri.”

Lalu Necip diantara penonton berdiri dan berteriak, ”Terkutuklah para sekularis kafir! Terkutuklah para fasis ateis!”

Ledakan senjata terdengar. Remaja itu jatuh dari kursinya, kedua tangan dan kakinya berguncang hebat. Sebutir peluru menembus keningnya dan sebutir lagi menghancurkan matanya.

Saya tersontak kembali ke teater Salihara. Saya tidak mati seperti Necip. Tak ada peluru benaran di senjata para polisi moral dalam pertunjukan Sidang Susila ini. Keseluruhan cerita yang ditampilkan dalam pertunjukan ini adalah gambaran dari apa yang terjadi di negeri ini.

Dua pertunjukan itu, Sunay dan Djaduk sebagai Kepala Polisi Moral menampilkan kegelisahan negara terhadap pergerakan masyarakatnya dalam cerita yang berbeda. Sunay gerah dengan pergerakan Islam radikal yang bisa mengancam sekularisme Turki. Sementara Petugas Kepala Polisi Moral yang diperankan Djaduk mewakili negara yang sudah dibayar kepentingan kelompok tertentu. Memaksakan negara kembali pada moralitas yang tak mewakili keberagaman, lalu melupakan kemerdekaan berpikir.

Silakan datang dan saksikan sendiri Sidang Susila, saya jamin anda tak akan bisa duduk manis disana. Saya sama sekali bukan pengamat seni. Saya cuma penikmat yang dibuat mereka tertawa terbahak-bahak sekaligus miris saat menyimak kebodohan yang terjadi di negara ini. Hari gene kok ya sibuknya mengejar Susila.

busway tercinta

Monday, January 12, 2009 at 5:20pm on Facebook

tiap awal dan akhir pekan, saya adalah pelanggan setia busway. saya menikmati sekali perjalanan dengan busway, apalagi kalau cuma mengeluarkan 2000 rupiah saja untuk ongkos. oh iya saya memang pelit ha ha ha.

yang menyenangkan dari busway juga adalah dinginnya yang dibawah ratarata suhu ruangan. bahkan studio green radio saja tidak pernah dibawah 24 derajat celcius, dingin bung. dingin itu juga yang selalu bikin saya mengantuk, lalu tertidur, lalu tibatiba terbangun dengan wajah pria super tampan di depan muka saya. dia turun di halte setia budi, rs.mata aini.

sudah 1 tahun ini saya menikmati busway tapi baru sekali kemarin saya beneran marah, muak dan murka sekaligus. sabtu kemarin, saya menunggu busway koridor 6 di dukuh atas selama 45 menit. bukannya tak ada bus, hanya saja mereka lalu lalang tanpa angkut penumpang karena harus isi BBG. yang membuat saya dan puluhan calon penumpang lainnya kesal adalah ketiadaan penjelasan dari petugas busway dan membiarkan kami terlantar selama 45 menit menunggu di halte.

"Oiii...." saya yang berdiri paling depan lantas berteriak. petugas langsung menyingkir tanpa ada satupun pasang badan untuk memberikan penjelasan.

dua, tiga bus koridor 6 kembali lewat tanpa berhenti.

"kampret ye...," maki saya sambil berbalik badan, mencari petugas yang bisa saya maki.

adalah dia berdiri manis mengatur barisan. bukan cuma menjaga keamanan harusnya mereka ditempatkan disana, tapi juga bagian dari pelayanan, pengaduan termasuk humas untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan busway idola saya itu.

"mas, sampai kapan kami harus nunggu bus koridor 6 itu datang?", tanya saya dengan nada tinggi.
"busnya lagi ngisi bbg bu." sahut dia lempeng
"saya tahu kalian lagi isi bbg, tapi tolong jangan biarkan kami berdiri bodoh sampai 45 menit tanpa kepastian. tanpa penjelasan apapun. anda bisa kirim bus koridor 4 untuk angkut kami disini, " ah lagi-lagi dengan nada tinggi. saya sudah seperti seorang soprano.

"kalau memang lama, harusnya dikasih penjelasan dong, supaya kita bisa ambil keputusan mau nunggu atau naik taksi. jangan dibiarkan begini dong." tiba-tiba seorang pria menyuarakan lagi kekesalan kami.

"kau pikir cuma kau yang butuh bbg," kata-kata itu tibatiba meluncur lagi dari mulut saya. entah darimana datangnya aksen batak itu.

saya dan pria itu berbalik badan, menengok ke kanan lalu para petugas berbisik, menyetop bus untuk mengangkut kami...

taelah, kenapa sih mesti ada kemarahan dulu baru bertindak. kami ini konsumen, biar kata cuma bayar 3500 rupiah, tapi harus tetap dihormati dan dilayani. at least dari penjelasan dong dari para petugas dodol itu, yang bukannya kabur masuk kotak karyawan lalu diam.

rrrggghhhh.....

Monday, January 19, 2009

kamu lagi

lagi bingung darimana mulai merunut rasa. sebentar rindu sebentar marah sebentar cinta sebentar hampa.
aku membuka kembali facebookmu mencoba mencuil kenangan dari masa lalu yang masih mungkin kujembreng dalam puisi.
aku tetap tinggalkan pesan yang kutahu tak akan pernah kamu balas.
aku tak tahu kenapa masih saja berharap ketika cita tak mungkin berakhir cinta.

aku menyimpanmu terlalu dalam, memasangmu terlalu tinggi, yang kurasa tak mungkin lagi kuraih.
meski kusadar dirimu tak mungkin lagi disini, cinta tak mau pergi sayang
masih kamu, terus kamu

kamu sudah pergi dan tak akan kembali
aku tahu
kamu menghilang dan tak akan pulang
aku juga tahu
lantas apa yang membuatku menggilaimu sampai mampus
aku tak tahu

cintaku cuma satu dan itu kamu
dan aku sakit jiwa untukmu

Wednesday, January 07, 2009

kamboja jatuh

tebak aku sedang ada dimana? di kedai tempo. setiap hari dalam tujuh tahun ini aku selalu berada disini, pagi, siang, sore dan malam. empat kali sehari. satu jam sebelum jam kerja dimulai, kusempatkan untuk sarapan sambil membaca novel. jam makan siang selalu kuhabiskan disini, ngobrol ngalor ngidul dengan teman-teman kerja. sore hari sekitar jam 4, aku kembali turun kesini cuma untuk minum secangkir cappucino dingin sambil melonggarkan mata dan pikiran. malam hari setelah kerja kusempatkan lagi kesini sekedar ngobrol dengan teman atau sendirian seperti sekarang. menyenangkan.

tapi sore tadi, kamboja jatuh.

kedai ini punya dua pohon kamboja didekat musholla kecil yang nyelip didekat parkir mobil. bunganya berguguran setiap hari yang kadang kalau kondisinya sangat bagus biasa kuambil dan kuselipkan di telinga. iya kesannya norak, tapi kusuka, kau mau apa.
yang berbeda hari ini, kamboja jatuh diiringi sesahutan burung. jangan tanya burung apa, karena aku bukan ahlinya. yang kutahu, aku jadi seorang penikmat. duduk di kursi coklat yang kondisinya tak puguh dan selalu bikin aku terjengkang ke depan ini, ah lupakan dulu cerita buruk tentang kursi. aku terdiam, benarbenar terdiam, menikmati indahnya sesahutan mereka.

entah ada berapa jenis burung dan berapa banyak mereka yang bernyanyi sore tadi. aku cuma bisa menebak dari arah mana mereka berkicau, dari pohon mangga, kemudian terbang ke pohon sawo kecik, lalu ada di pohon kamboja ini.

lalu, kamboja jatuh sesering sesahutan burung

bunganya yang jatuh hari ini memberikan kesan berbeda. kesan yang mengartikan kamboja sebagai bunga mati. aku tak pernah suka kesan itu, karena kamboja ini bunga yang cantik dan harum yang tak harus menyengat hidung. tapi satusatu bunganya jatuh dan tiap kejatuhannya mengalirkan rasa sedih dalam hatiku.

aku akan sangat merindukan tempat ini. aku tahu ada saatnya nanti aku akan berhenti mengambili kamboja itu, tak lagi mencium harumnya pun memandangi warna putih kuningnya yang cantik. bahkan berhenti mengikuti nyanyian burung tadi.

kamboja bukan bunga mati, tapi kenapa aku sedih sekali hari ini.

Tuesday, January 06, 2009

48 hari

Aku masih bisa merangkai sejuta kisah antara kita. Meski waktu kebersamaan kita tak lebih dari 48 hari. Tak ada batasan waktu untuk cinta. Bahkan ketika cinta itu Cuma datang sehari, luka yang tersisa berbekas seumur hidup. Bukan luka yang tersisa di hatiku. kamu tak pernah menyakitiku dan kurasa bukan sekedar menyangkal hal itu.Aku tak sedang ketagihan sakit. Perasaanku masih sama, bahwa yang membuatnya bertahan hinggap di hatiku Cuma satu alasan... cinta... tak ada yang lain.


”Apa yang kita lakukan sebenarnya konyol. Kita sama-sama tahu bahwa aku tak akan lama disini.” kalau boleh kuterjemahkan kasar begitulah katamu.

”Cinta berhak untuk hidup di hatiku dan hatimu. Jangan dibantah. Biarkan saja. Meski Cuma sehari umurnya, biarkan dia membahagiakan kita. Karena kita berhak untuk bahagia.” kataku.


Kita bergandeng tangan sambil telusuri jalan sempit di gang sekitar kantor. Aku tak pernah terpikir untuk berjalan seperti itu. Kita bicara cinta dalam bahasa asing untuk anak-anak.


“Bule… bule… minta uang dong bule…” teriak anak-anak sambil mengintil kita dibelakang.


Kamu cuma tersenyum.


48 hari itu cuma sebentar. Ditiap hari berakhir aku selalu merasa kehilanganmu. Kita tak pernah benar-benar tidur, tidak saat hati berhitung mundur hari.


”Berjanjilah kalau kamu akan segera mungkin mencari penggantiku. Jangan aku kamu tunggu. Kamu berhak untuk bahagia, meski bukan denganku,” kamu merangkulku erat di restaurant lantai 48 gedung BNI.

”Bagaimana kalau rasa ini untuk selamanya?”

”Jangan buat aku merasa bersalah telah menumbuhkan cinta lalu pergi tanpa harap. Don’t do that nit. Let it go, let me go.” Rangkulmu tambah erat, sebuah ciuman mendarat dibibirku. Aku ingin meraung dan berteriak, jangan pergi. Aku tahu cinta ini tak akan pernah hilang.


Tiga tahun satu bulan dua hari sejak kita resmi berpisah, kamu masih disini... selamanya.

Thursday, January 01, 2009

met ultah papi

saya sempat murka pada tuhan. di depan ruang gawat darurat rs.polri kramat jati, tempat papi untuk kesekian kalinya dirawat karena stroke nya, saya berteriak ke angkasa "kalau tuhan mau ambil nyawa papi, ambil saja. tapi jangan siksa papi dan juga kami. saya benci kamu tuhan."

lalu tersungkur di lantai sambil menangis.

malam itu uang dua juta rupiah harus ada untuk infus dan segala macam obat, sementara uang di dompet tak cukup. papi tergeletak, napasnya tersenggal senin-kamis, matanya merah. mami cuma bisa menangis. papi memenggang erat tangan saya. saya tahu, kali ini dia tak ingin saya menolongnya. dia ingin pergi malam itu...

saya menelpon semua kawan yang ada di hape. kawan yang sekiranya bisa membantu. mekka mengantarkan saya ke tempat semua kawan yang bisa disambangi. jimmy di warung makan di matraman, mas dono, mas pras, dewi dan semua orang yang memungkinkan saya punya cukup uang untuk membayar obat malam itu.

uang akhirnya terkumpul, obat didapat. sambil tetap menggenggam erat tangan saya, mata papi menatap saya, "harusnya kamu biarkan papi pergi," itu yang saya tangkap malam itu. mengaduhnya dia ketika selang untuk makan sepanjang 1,5 meter masuk dari hidungnya ke lambung. sakit....

setiap hari setelahnya saya mensukuri tuhan yang masih kasih kesempatan papi hidup. meski tak lagi bisa bicara. matanya menggantikan mulut, tangannya masih bisa menulis. marah kadang, nasehat kadang. bahkan saat tak bersuara, kami masih sering berdebat.

suatu hari dokter bilang,"pak arif sudah bisa pulang. dirawat jalan saja." entah suara darimana yang bilang, hidup papi tersayang tak akan lama. cuma butuh tiga minggu sampai tuhan memanggilnya. ditunggunya saya sampai tiba di rumah.

disana berkumpul tetangga, yang mengaji dan berdoa. mami memegangi tangannya. melihat saya dia tersenyum, memeluknya untuk terakhir kali sebelum dia pergi untuk selamanya. terima kasih tuhan sudah menyudahi penderitaannya.

semoga saya sempat membahagiakan hidupnya. hari ini ulang tahunnya dan saya rindu sekali pada marahnya, tawanya, mata sipitnya yang suka dipaksa melotot, suaranya, wajahnya, sentuhan tangannya. kebiasaan saya berdansa sambil menginjak kakinya, mencabuti ubannya, berdebat untuk semua hal.

met ulang tahun pap... mestinya kita masih bisa merayakan di restauran padang sederhana kesenanganmu.... sampai jumpa kembali di lain tempat dan masa ;-)

met taon baru 2009

sebut saya norak dan kampungan. tapi saya sangat menikmati sajian malam tahun baru semalam di bunderan hotel indonesia. tahu kenapa? karena untuk pertama kalinya dalam hidup saya bisa bergabung dengan ribuan warga jakarta-hmm dan asing karena saya melihat bule dan india juga arab-menikmati kembang api yang menghias langit jakarta.

orang berkumpul tanpa perlu diaba-aba seperti demo. tanpa perlu di halo halo melalui musik. mereka hanya berkumpul disekitar grand indonesia, grand hyatt, wisma nusantara, mandarin hotel. ga ada musik kecuali trompet dan klakson mobil dan motor bersahutan. anak-anak yang terlelap tidur dalam pelukan bunda. semua merasa memiliki jakarta malam tadi.

tiap kali kembang api meledak kencang di udara, semua bertepuk. tiap kali pancaran kembang api berwarna cantik biru merah kuning dan hijau, mereka bertepuk. tiap kali tembakan hanya mengeluarkan bunyi bak kentut, mereka tertawa... mereka bahagaia malam tadi.

ada harapan yang melayang dan pecah di udara bersama kembang api. ada hujan kertas kecilkecil yang menempel di baju, di kepala, di topi seperti sebuah kepastian harapan itu akan terwujud. tuhan terasa dekat terjangkau kembang api. tangkap harapan kami tuhan.

sebut saya norak dan kampungan. kemana saja selama ini? acara begituan sudah tiap tahun berlangsung. orang kampung tanpa di komando berkumpul di HI. orang kampung? saya memang orang kampung loh, dan bangga berada bersama mereka. menikmati malam bersama.

dalam sepuluh tahun terakhir, saya selalu ada di ruang studio kecil di malam tahun baru atau memilih bersama keluarga untuk berdoa bersama, papi ulang tahun di tanggal 1. meski sekarang dia tak ada, doa itu tak pernah terputus. i miss you pap.

saya tak pernah bersibuk ria menyiapkan acara khusus untuk malam tahun baru. apalagi kepikiran buka kamar atau botol bersama teman. apa serunya? saya tertawa ketika melihat mereka yang ada di gedung bertingkat hotel hyatt mandarin nikko dan grand indonesia membuka tirai dan bersama kami menikmati hitungan waktu serta kembang api... turun saja kawan. disini jauh lebih seru.

tepat di menit 00, teman menyodorkan microphone ke arah saya. "harapan lo apa?", saya menjawab... "tuhan segala agama, dewa dewi penguasa langit dan bumi, Anda tahu yang saya mau."

met taon baru yaaa...