Menggapai Bintang itu lagu dari AFI Junior yang biasa gue puterin buat anak-anak di dunia dongeng fm 89,2. Selalu gue ingatkan mereka supaya bercita-cita tinggi dan berusaha semampu mungkin untuk bisa menggapainya, "kalian pasti bisa!"
It is like talking to myself. Apa yang gue dapet sekarang tak pernah gue dapet dengan mudah. Semua melewati perjuangan, keringat dingin sampai pada penghinaan. Waktu SD, tiap bulan gue berdiri di kantor kepala sekolah cuma untuk mendengar ceramah kepala sekolah gue Ibu Ngadimi menghakimi papi sama mami karena sering terlambat bayar sekolah. Di kelas enam, gue sebagai sekretaris kelas sibuk sekali menyiapkan acara pembagian rapor caturwulan kedua. Tapi ketika semua orang pulang, rapor gue tetap ditahan Ibu Lis dan gue disuruhnya pulang untuk ambil uang SPP yang belum lunas ketika itu. Sakit hatinya sampai sekarang ibu guru yang terhormat. Saya ranking satu tapi tak bisa menerima rapor hanya karena tak mampu bayar SPP.
Di SMP, cerita berubah sedikit. Meski tetap bolak balik ke ruang wakil kepala sekolah Pak Ahmad karena lagi-lagi terlambat bayar SPP, gue semakin cuek. Datang ya datang tapi itu tak bikin gue minder di pergaulan. SMP semuanya indah. Kawan-kawan yang baik hati, bapak ibu guru yang sayang banget sama gue-hmm karena gue pinter :P- dan moment jatuh cinta yang terus bikin melayang setiap saat.... Hello my first love Yudhistira. Apa kabar?
Lulusan terbaik di tingkat kelas mengantarkan gue di sekolah, lumayan favorite SMAN 47. Nightmare! lagi-lagi masalah ekonomi. Kali ini bukan masalah dengan sekolah tapi dengan kawan-kawan. Nita yang penuh percaya diri, tak muncul di SMA. Semua menakutkan! gue cuma jadi pujaan kawan ketika musim ujian tiba. Prestasi terbaik di SMA apa yah, hmmm juara dua puisi tingkat sekolah ha ha ha.... pernah tampil di panggung bersama-sama teman teater. Terus..... ga ada lagi! Ngga banyak kenangan manis waktu SMA, barangkali karena gue dipusingkan masalah keluarga.
Ikut UMPTN atas desakan guru sejarah di SMA karena dia yakin banget gue mampu. Bayangkan, justru pak Jaya yang yakin sama kemampuan gue :P. Akhirnya gue dapet dipilihan pertama, Kriminologi. Papi cuma bayarin gue di empat semester pertama, selebihnya gue dibiayain yayasan Supersemar (ambil uangnya, benci orangnya!) dan bantuan dari kampus. Papi kemudian pensiun, situasi makin sulit.
Mami terpaksa jualan sayur, gue jualan makan siang di kampus supaya bisa dapat ongkos pulang ke rumah. Nahan lapar kadang-kadang karena cuma modal uang 2000 rupiah buat pulang pergi naek Deborah. Phewww hard times. Meski begitu kawan-kawan di kampus baik. Sesekali gue dapet kerjaan dari Ena buat survey, rekrut orang untuk FGD. Tugas kampus diketik di rumah Amel atau Cindy yang punya komputer. Yah nebeng sana sini lah. They all good to me, hiks, kangen sama kalian.
Gaji di MS3 itu buat modal skripsi. Gaji 40 rebu dari siaran pertama ditambah 300 dari status honerer, lumayan buat foto kopi serta jilid skripsi :). Untung sahabat-sahabat disana mendukung, Mas Dion, Mas Dono, Lola, bahkan ibu Cay memperbolehkan gue bermalam-malam menginap di kantor buat ngetik skripsi hihii. Tapi di rumah, lagi-lagi kami diusir oleh si empunya rumah karena dianggap tak mampu bayar kontrakan. Papi pensiunan, mami tak bisa meneruskan dagangan, gue.... gaji itu harus ditabung buat skripsi.
Semua hal berat yang gue pernah lewatin itu akhirnya membuat gue keras meski terus mencoba untuk tegar. Cita-cita gue cuma satu, Menjadi KAYA. Jadi orang miskin itu tidak enak, selalu dihina. Gue masih mengumpulkan pengalaman hidup, pengalaman kerja sampai mencoba untuk kembali sekolah. Ini adalah cara gue untuk menjadi Kaya yang sesungguhnya. Gue ga pengen kaya dari hasil kerja orang lain, tapi harus kaya dari keringat gue sendiri.
Kalau kemarin gue merasa dihina oleh salah satu konsuler pendidikan di Belanda, suatu saat gue akan tampil dihadapannya untuk menyerahkan fotocopian gelar master dihadapannya. Apa yang gue cita-citakan akan selalu bisa gue dapat!
No comments:
Post a Comment