Wednesday, July 01, 2009

jumpalitan dalam angka

papi saya yang bermata sipit itu bisa tibatiba memaksa melotot (meski tak pernah berhasil) kalau saya atau adik saya bilang "tidak tahu" ketika ditanya, dalam soal apapun juga. buat papi, tidak ada satu pun hal di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan. padahal pernah saya coba bilang kalau dalam agama kita aja pap ada ta'a budi dan ta'a kuli, ah pasti saya salah tulisnya, yang artinya ada yang bisa dijelaskan dengan akal dan ada yang tidak. tapi toh, buat papi hal itu tak berlaku, buat dia semua ada jawabannya.

ketika bergabung dengan kbr68h, saya bertemu dengan alif imam, senior, atasan saya yang modalnya sok tahu, lebih banyak sih dia tahu, terutama dalam hal sepakbola. satu kali dia maksa ikutan siaran olahraga dan dalam satu sesi dia menyebutkan "siapa GUARD untuk tim kesebelasan anu..." yang dia maksud adalah pemain belakang, defender. saya selalu mengagumi orang ini karena selalu punya jawaban untuk semua pertanyaan.. mirip papi saya.

saya sendiri, lebih banyak menghindari pertanyaan yang saya tak yakin tahu jawabannya. termasuk untuk urusan keuangan. nilai ekonomi saya waktu sekolah dulu memang delapan, tapi matematika saya cuma enam, malah kelas satu sma sempat merah hehehe. seingat saya baru sekali dapat ponten sepuluh ketika kelas dua sma untuk ulangan. sempat saya tempel di tembok tempat tidur, pamer ke papi kalau saya sudah pandai berhitung.

karena lemah soal angka juga saya pilih ilmu sosial, kekuatan saya di mulut, saya pintar ngemeng, kata semua orang, nita itu diamnya cuma pas tidur... eh tunggu dulu kata mami dalam tidur pun saya suka mengigau. saya selalu menghindari angka, meski nilai geografi untuk menghitung jarak bintang ke bumi, saya tetap jagoan :-).

ketika masuk dunia kerja, adik saya memilih bekerja di bagian keuangan, saya jadi jurnalis. semua isu, boleh lah dikuasai, saya sempat hafal semua pemain bola, transfer pemain, peringkat klasemen dan sebagainya, tapi jangan suruh saya ke departemen keuangan atau di BEJ. meski saya akhirnya sempat kebagian kesana juga, perut mulas, keringat panas dingin, karena saya tahu betapa desimal itu sangat berarti di bagian keuangan.

ketika dipercaya mengelola green radio, saya selalu berlindung dibelakang pak pamungkas, bos saya untuk urusan menghitung angka. jangan saya disuruh ngitung berapa harga permenit air time kita, berapa pajak yang harus dibayar, bagaimana mengurus MO dengan klien dan sebagainya. saya akan menjerit ketakutan. suruh saya mengurus ratusan orang untuk kegiatan off air, saya pasti bisa.

setelah pak pamungkas tak ada, saya dipaksa mencintai angka. pelan-pelan saya belajar berhitung lagi, berapa keuntungan kami dari sebuah kerjasama, apa itu pajak ppn dan pph, bagaimana bernegosiasi soal angka dengan klien. hey bagaimana meredam kesal dengan senyum saat bernegosiasi.

hasilnya, di otak saya cuma uang sekarang. bagaimana mencapai kekayaan yang cukup untuk memakmurkan sekeliling saya. hasil belajar dari sebuah novel tentang perempuan dan uang, saya tak takut lagi untuk bilang, iya saya perempuan materialistis karena hidup saat ini dihitung dengan uang.

kalau saya tak kenal papi, alif dan pak pamungkas juga mas tosca yang memaksa saya untuk belajar dan keluar dari ketakutan akan angka dan ketidaktahuan, saya masih jadi orang yang selalu berlindung dibelakang orang lain. saya masih jadi orang yang cuma berpikir ala kuda, hanya pada satu yang diyakininya bisa, tanpa melihat pada ceruk lain dalam hidup.

makasih banyak yaaaaa.....

No comments: