Sudah pernah mendaftar berapa banyak mimpi yang kamu punya
dalam hidup ini?
Satu, dua, tiga?
Kalau kamu pikir selama ini bermimpi adalah gratis, tidak. Nilai
yang dibayarkan bukan menyangkut rupiah tapi hati, mental, kesiapan untuk
mengejar mau pun menanggalkan.
Saya adalah orang yang senang bermimpi. Saya membagi mimpi dengan
siapa pun. Saya mendorong semua orang untuk mewujudkan mimpi mereka, bagaimana
pun caranya.
Lalu semua pertanyaan itu datang kepada saya,”what about
yours?” mimpi yang mana yang sudah kamu capai dalam hidup?. Pertanyaan itu
biasanya saya jawab dengan senyum. Lalu mereka akan bilang,”bodoh banget sih lu
bertahan dengan yang ada. Jangan cuma mimpi nit, lu bisa gapai semua yang lu
mau dalam hidup seperti yang lu bilang ke gue. ga ngerti di mana hambatannya.”
Masalahnya di sana, ga ada yang bisa mengerti sepenuhnya
hidup orang lain bahkan yang terdekat denganmu. Bahkan yang seterbuka seperti
saya sekali pun.
Hidup adalah soal prioritas.
Sebesar apa pun mimpi pribadi yang saya punya selalu ada
pilihan lain yang harus didahulukan. Iya saya belum bisa menempatkan mimpi saya
sebagai prioritas dalam hidup. Mimpi itu menggantung entah sudah berapa lama,
entah untuk berapa lama lagi.
Mimpi itu tidak pernah gratis.
Setulus saya belajar untuk ikhlas menempatkannya hanya menggantung, selalu ada beban tak
terhitung di dada. Beban yang tak terukur angka. Saya melihatnya sebagai visi,
suatu saat, suatu kesempatan akan datang dan itulah waktunya untuk saya berlari
dan menikmati wujudnya. Sementara ini mimpi itu terpaksa harus digantung,
kadang dikantongi saja di dalam dada dan dibiarkan di sana.
Mimpi itu tidak akan busuk.
Mimpi saya buat sebagian orang terdengar konyol, terlalu naïf.
Saya cuma ingin sekolah lagi, meski saya tahu hidup adalah sekolah terbaik,
alam mengajarkan banyak hal, saya tahu dan saya belajar itu. Saya cuma ingin
makan bangku sekolahan lagi, duduk manis dan mendengarkan dosen, mengolah data,
mencatat dalam buku, menganalisa, mengerjakan tugas dan hore…. Saya tidak
pernah ingin berhenti belajar.
See. Saya tahu kamu akan melihatnya seperti mimpi anak
kampung usia sepantaran SD, SMP. Terserah saja. Mimpi selalu berbeda arti buat
si empunya.
Saya ingin keliling dunia. Belajar dari nol tentang hidup,
bertemu orang baru sebanyak mungkin. Membagi cerita tentang apa yang sudah,
sedang dan akan saya kerjakan dalam hidup.
Ada harga yang mesti dibayar dalam hidup, buat saya mimpi
itu bayarannya. Dan ingin rasanya sesekali bisa egois dalam hidup.
No comments:
Post a Comment