Entah kenapa bersama si Akang aku cuma pengen menyimpan
semua cerita indah kami hanya untuk kami sendiri. Biasanya aku akan sangat
cerewet bercerita pada sahabat terdekat tentang pacarku. Tapi bersama si Akang,
aku tak banyak cerita. Susah senang itu hanya kami yang rasa.
Aku dan Akang melalui hari penuh cinta. Meski hanya ketemu
sebulan sekali, kami tak putus komunikasi. Rasa itu tetap terjaga, percaya itu
tetap ada. Aku dan Akang yakin pada rasa masing-masing. Insyaallah.
Kami jelas pernah berantem. Pernah terucap putus aja, tapi
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Aku si sumbu pendek, Akang adalah
peredam bising. Hebat, baru kali ini ketemu pasangan yang sabarnya tak putus
ngadepin aku. Ketika aku galau, Akang tak serta merta jadi kompor supaya aku
sekalian mleduk.
Ketika aku sedih, Akang akan melucu luar binasa. Si Akang
tanpa bicara pun, hidungnya yang bisa kembang kempis itu bisa bikin perutku
sakit cekikikan. Aku yakin Akang akan selalu ada untukku, semoga juga
sebaliknya.
Dia bukan pejabat teras atau atap *halah* bukan aktivis,
pejuang atau jurnalis yang hidupnya penuh petualangan. Tapi aku akan bangga
memamerkan kalau karya terbesar dari si Akang adalah hatinya yang penuh cinta
yang tulus dan sederhana. Dan aku kebanjiran cintanya… itu yang membuatku
merasa jadi perempuan paling beruntung.
Aku tak punya puisi cinta untuk Akang, tapi aku bisa panjang
lebar bercerita tentang hari-hari singkat saban bulan bersama si Akang. Tentang
makan malam di Dago sambil menatapi kerlip lampu kota Bandung, di bawah purnama
dan dihujani kembang api di langit cerah. Sempurna. Padahal makan kami waktu
itu cuma nasi goreng. Sedaaap…
Aku dan Akang… semoga kali ini semesta berbaik hati
menyatukan kami selamanya… amin amin…
No comments:
Post a Comment