Setahun lalu dia datang pertama kali ke Indonesia dari negeri Belanda, yang pernah menjajah negeri ini selama 3,5 abad. Pagi jam 7, dia mengirimkan sms, "hey Nita, I want to see a big carnaval, where do you think I can find it?". Hmm sayang, kita sudah lama tak punya acara karvanal untuk merayakan hari kemerdekaan. Tapi dia keukeuh mencarinya diseputaran kantor Gubernur, Istana Presiden atau Monas. Jam 11 siang, dia sms lagi "hey Nita, there's no carnaval at all? is this the way you celebrate the independece day?", Oh honey, try to look the celebration in kampung kampung, you know, kampung?"
ya ya ya, malam 17 Agustus 2005 aku dan dia bersama 4 teman lainnya menghabiskan waktu disebuah kafe di bilangan Thamrin. Ada live band disana dan siapapun bisa meminta lagu untuk dimainkan. Teman dari Belanda itu sibuk menyanyikan lagu hari kemerdekaan, "nit, the song "tujuh belas agustus.." what it called?", maksudnya lagu "Hari Kemerdekaan", kemudian dia beri potongan kertas kecil itu kepada si vokalis band. 1 lagu, 2 lagu sampai 5 lagu lain berlalu, tapi tak ada lagu yang dipintanya. "Hey, guys, dont you know the song, "hari kemerdekaan"? teriak teman itu. Malu hati tembel muka, sang vokalis mengaku "Ga apal"
"oh you Guys, what a shame!!, that's a shame?"
yeah what a shame sayang. Apalagi jika kamu tahu apa yang terjadi belakangan ini dengan negeriku, Indonesia. Ibarat manusia yang rata-rata hanya sampai berumur 60 tahun, mungkin Indonesia juga sebenarnya sudah mati. Karena sekarang saat 61 tahun usianya, kami belum merasa merdeka. Kami memang terlepas dari bangsamu, tapi kami terjajah oleh bangsa sendiri. Penjajah kami ini adalah mereka yang sibuk mengeyangkan perut sendiri, mengisi kantong mereka sampai luber. Mereka yang menjual agama untuk kepentingan politik, yang sibuk menyeragamkan berbagai keragaman, yang cuma menjunjung demokrasi atas nama mayoritas. Atau bahkan mereka yang menjual keberagaman, kemajemukan untuk kepentingan kapitalis.
Iya, kami cantik dipermukaan dengan gunung-gunung, lautan dan pemadangan yang indah, tapi manusianya telah mengeruk perut bumi sampai kopong, tak mampung menahan mereka yang ada diatas.
What a Shame!!
Tapi ini Indonesia teman, rumahku. Saat jauh 6 minggu darinya, aku tetap merasa Indonesia adalah rumahku, hanya saja aku sedang mengalami "brokenhome". Di Indonesia aku merasa lebih menghargai hidup, karena mungkin besok pagi aku mati, entah karena bencana, kerusuhan atau hanya karena aku menuliskan ini padamu...
No comments:
Post a Comment