Memulainya darimana yah. Lagi merenung hidup neh. Nita kecil tak pernah suka bergaul dengan banyak orang. Teman gue selalu laki-laki. Alasannya simple. Anak laki-laki tak suka pamer kekayaan atau sirik sama milik orang lain. Yang paling menyenangkan, anak laki-laki ga suka ngomongin orang.
Nita SMA tak banyak berubah. Masih suka main dengan anak laki-laki sederhana seperti AA dan Bambang. Tapi sudah mulai punya teman perempuan ada Ari, Astrid, Tika dan Lia. Di dekat kawan laki-laki, gue selalu merasa nyaman, jauh dari keusilan ngomongin orang lain. Sebisa mungkin kami tidak bicara keburukan orang lain kecuali masalah dilingkaran kecil kami saja.
Nita di Kampus, masih tak berubah. Hanya ada 1 teman paling dekat, Cindy. Alasannya lagi-lagi simple. Cindy lebih senang bicara tentang keluarganya, pacar atau keluarga gue, laki-laki gue dan kita. Sementara lingkaran yang lebih besar dari itu cuma bisa saling menjelekan, saling mencari kesalahan orang lain dan sebagainya.
Nita di kantor, kehidupan jadi lebih rumit. Bukan lagi soal kecenderungan sifat laki-laki dan perempuan. Di kantor gue makhluk paling comelnya justru laki-laki kok :-). Mas Iyo di MS3 dulu pernah ngajarin gue untuk bisa bikin peta konflik. Siapa saja disekitar lo yang "jahat" dan siapa yang berada di pihak lo. Ajaran dia ini paling gue benci, karena lo ga bisa berburuk sangka sama orang lain. Semua orang itu dasarnya baik, kalau ada yang "jahat" sama gue pasti ada yang salah sama gue. Tapi kemudian Bayangku selalu bilang, "Nita kau ini selalu jadi orang naif. menganggap semua orang baik sementara dibelakang bergunjing, menusuk sampai menjatuhkanmu. Orang harus pandai membaca situasi, mana lawan mana musuh. Dan tidak selamanya tentang kamu, mereka bisa jadi punya ambisi sendiri dan kamu menghalangi ambisi tersebut, sadar ataupun tidak sadar. Kamu harus disingkirkan."
Sekarang gue tahu persis kok, senyuman manis seseorang bukan berarti madu, tapi bisa jadi racun. Kebaikan orang bisa jadi kebusukan yang ditutupi. Lalu bagaimana gue bisa memilah siapa yang baik dan siapa yang jahat, sementara gue bukan paranormal, tak bisa membaca hati.
Waktu. Cepat atau lambat, bangkai itu baunya menyebar. Cepat atau lambat, orang akan kegerahan bersembunyi dibalik topeng kebaikannya lalu dia akan mencopotnya. Sampai saat itu tiba, gue hanya perlu menjadi gue, menjaga kejujuran semaksimal mungkin seperti mandat babe. Dan ketika kebusukan itu terkuak, yang harus gue lakukan... memaafkan.
Jangan khawatir kawan, aku sudah memaafkanmu ;-)
No comments:
Post a Comment