langit cerah semalam, bertabur bintang dan sabit yang tersenyum lebar. kamu lihat tidak? kurasa tidak, karena kamu terlalu sibuk menuturkan hidupmu pada yang lain. seperti kubertutur pada sabit yang mewakili dirimu, senyummu.
setelah melihatmu tersenyum diantara tebar bintang, lalu aku merasa kesepian. jika ada satu kesempatan menarikmu kembali kesisi, kan kutukar hati ini dengan mati. kita pernah menikmati sabit bersama. tersenyum meruncing di jidat dan dagu. aku merindumu.
malam ini hujan. derasnya menggedor jendela kantorku. memanggilku bergabung menari menikmati air tuhan yang sudah kotor dengan asam, timbal dan segala hal buruk manusia. aku tak bisa... tak lagi bisa..
hujannya membasahi hatiku, bukan lagi sedih tapi riang seperti suara airnya yang menggedor jendela. aku tak lagi bisa menari dibawah derasnya, tapi aku bisa menyanyi mengikuti irama ketukan air di jendela. aku riang... tak lagi sedih.
bila sehabis hujan ini kutemukan kembali sabit di langit bertabur bintang, kurasa sepiku pun menghilang. aku akan bisa menikmati senyummu di bulan sabit tanpa rasa sakit, sedih. aku cukup riang melihatmu tersenyum dari atas sana.
No comments:
Post a Comment