Thursday, December 24, 2009

Retreat – nya orang Jakarta

Mestinya sih ga usah menunggu tahun baru atau ulang hari lahir untuk sekedar “retreat” atau kontemplasi, tafakur atau apa saja namanya. Menyendiri dan bercermin, merenungi jalan hidup setahun kebelakang, atau jauh lagi dibelakang. Lalu menuliskan rencana rencana hidup berikutnya.

Orang Jakarta selalu punya cara sendiri untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan lingkungannya. Here are the examples.

Dulunya pasar itu dikenal sebagai tempat bersosialisasi selain arena transaksi ekonomis. Di sebagian negara pasar dijadikan ajang temu jodoh. Lelaki dan perempuan saling menawar.

Sekarang pasarnya sudah jadi mal. Orang tak lagi bersosialisasi dengan transaksi tawar menawar. Semuanya harga mati. Interaksi minim sekali terjadi barangkali hanya suara yang keluar dari kasir saja yang terdengar ”terima kasih dan datang kembali”. Meski tebar pesona tetap terjadi antar lelaki dan perempuan, tapi kalau saling menawar? Huaaa tak akan senyata itu.

Kedai kopi tempat kita nongkrong dan bertukar cerita kita berubah jadi kafe atau club.

Kita datang bergerombol seolah tak ingin ada orang lain diluar paguyuban kita bergabung. Kita asik sendiri. Lalu sebagian besar dari kita menutupi wajah dengan riasan tebal, nyaris tak mengenali mereka bila tanpa make up, bahkan tak mungkin bisa mengenali seperti apa pribadi mereka sebenernya tanpa terpukau dengan make up tebal.

Lalu musik dipasang keras keras seolah tak ingin para pelanggan satu sama lain bercakap, lengkap dengan minuman alkohol yang membuat kita semakin jauh dari kesadaran. Atau di dalam klub atau cafe kita sibuk masingmasing dengan blackberry, earphone atau tenggelam dalam buku.

Inilah cara kaum urban berkomunikasi dengan dirinya sendiri di tempat yang seharusnya berfungsi sebagai tempat interaksi, prososial.

Lalu ketika jalanan hanya dipenuhi sepeda dahulu kala, setiap dari kita akan saling menyapa, entah kenal atau tidak. Sekarang dibalik helm atau di dalam mobil, kita tak lagi saling sapa. Tapi kita saling klakson, kencang bersahutan. Orang kota tak lagi bicara pakai mulut tapi dengan klakson sementara di earphone tetap mengalun musik yang membuat kita tak merasa perlu mendengarkan dunia luar.

Retreat orang Jakarta itu terjadi setiap hari. Di kantor, di cafe, di jalan dan di mal. Tinggal pasang earphone, buka blackberry lalu tenggelam bersamanya.

No comments: