Harusnya kedai buku ini dinamakan “museum hati” karena semua ornament dalam ruangan ini mewakili perjalanan si pemiliknya yaitu aku. Siapa aku? Bukan siapa siapa, yang kalau kamu google namaku pun meski muncul tapi tak akan ada dijajaran informasi selebritas apalagi pejabat public. Aku cuma perempuan biasa yang mencoba menghentikan waktu dalam sebuah bangunan seluas 21 meter persegi.
Yang paling kutakuti dalam hidup adalah lupa. Sebelum waktu dan usia membuatku lupa, aku menahannya di ruangan ini bersama dengan ratusan buku, belasan buah tangan oleholeh dari mereka yang pernah singgah di hati, belum lagi puluhan puisi cinta yang menclok bak majalah dinding masa SMP. Foto-foto yang menempel di dinding ruangan bukan foto selebritas tapi mereka adalah sahabat, keluarga dan bekas pencuri hati. Cinta… inilah tema yang sebenarnya dari Kedai Buku Waktu milikku.
Tapi waktu yang kusimpan berawal dari 2000-an ketika aku mulai mengenal cinta. Terlambat kamu bisa bilang begitu, terserah saja atau kamu malah boleh marah karena mungkin waktumu tak ada di ruangan ini. Yang aku inginkan adalah setiap mereka yang datang melintas di kepala mereka, “gue juga pernah begitu dan begini” atau “I was there”. Resikonya ada dua, ketika kisah tak lagi sama, pelangganku tak akan kembali atau mereka akan selalu kemari karena merasakan hal yang sama denganku, waktu mereka dimulai dan berhenti di 2000-an. Mereka akan datang untuk mengenang, mereka datang karena takut lupa.
Masih ingat dulu kala kita suka sekali meninggalkan jejak pada tembok atau batang pohon? Aku siapkan dua batang pohon sawo kecik persis di gerbang kedai yang kututup dengan kain coklat dan tinta emas atau perak. Kamu bisa menuliskan kesanmu di sana atau malah menuliskan puisi yang mungkin tak sempat kamu sampaikan padanya. Jangan lupa beri tanggal, supaya aku dan kamu tak lupa.
Aku bukan siapasiapa, tapi aku bisa jadi siapapun karena barangkali kehidupan ini memang tak pernah kemana-mana, cerita kita bisa sangat seragam, sejarah yang berulang.
Aku membuat kedai buku waktu seperti sebuah puzzle kehidupan. Kalau kamu punya cukup waktu untuk menengok ke setiap penanda yang kutaruh pada dinding ruangan bahkan di daftar menu, kamu akan menemukan aku seutuhnya. Barangkali kamu ada disana, ibu atau ayahmu atau tante dan om mu, barangkali mereka pernah terikat dalam kehidupanku di suatu waktu.
Disini yang kusajikan adalah novel koleksi pribadi mulai dari kisah romantisme, perjuangan perang salib atau petualangan dunia khayal seperti Harry Potter dan kisah Robert Langdon dalam karyakarya Dan Brown. Klasik kamu sebut saja begitu, lagi-lagi semua ini buku yang mewakili era-ku, seleraku yang tak mungkin kupaksakan agar kamu suka.
Seperti kubilang tadi, aku menghentikan waktu dalam banyak ornament termasuk menu. Mari kutunjukkan.
The Coffee Man :
• Cappuccino
• Vietnamese
• Espresso
• Kopi Tubruk
The Choco Man :
• Hot Chocolate Natural
• Hot Chocolate Mint
• Ice Chocolate
The Tea Man :
• Oolong tea
• Green Tea
• Peppermint Tea
• Jasmin Tea
• Teh Poci / teh tubruk
*GingerAle
The Beer Man :
• Anker Beer
• Haineken
Apa kamu sudah menemukan maksud dari penamaan menu tadi?
Tepat sekali nama itu mewakili mereka yang pernah hadir dalam hidupku, cukup kuwakilkan dalam empat jenis minuman yang mereka suka. Semua itu yang pernah kunikmati bersama mereka.
Dulu sekali aku pernah duduk dengannya di sebuah café kecil di Kaliurang 5, inilah tempat yang selalu kukunjungi saban kali mampir ke Yogyakarta. “Kalau kamu suka tempat ini, suatu saat aku akan membuatkannya untukmu. Eh atau kita beli saja tempat ini. Tunggu aku kaya yah.” Katanya sambil menggenggam erat tanganku.
Aku sudah menahan kenangan itu dalam Kedai Buku Waktu tanpamu… inilah Museum Hati-ku sebenarnya.
**
Februari - @nroshita
No comments:
Post a Comment