Air mataku kering persis setelah kepergianmu. Kecupan terakhir
di terminal 2 Soekarno-Hatta membawa pergi semua rasa, cinta, sedih, marah.
Tak ada cinta tersisa untuk siapa pun yang datang di
hari-hari kemudian.
Aku mati rasa. Aku mati raga
Pukul aku… sakitnya tidak akan melebihi pedih saat
punggungmu berlalu perlahan lalu menghilang.
Tak akan ada air mata deras seperti malam terakhir aku dan
kamu berbagi gelap dan isak tangis berirama sendu. Bantal kita basah, mata
sembab dan detak jam dinding adalah siksaan. Kita bertahan dengan mata terbuka,
karena terlelap hanya akan membuang sedetik waktu terakhir bersamamu.
Otakku bekerja lebih keras dari hari biasanya. Dia kupaksa
merekam sudut bibirmu yang tertarik saat tersenyum. Nada tawa terbahak yang
pernah kita bagi untuk berbagai lelucon yang mengalir. Bahkan tangismu malam
itu.
Tahun berlalu. Aku tak pernah merasa hidup selain denganmu. Aku
terlanjur mati saat kamu pergi.
Tahun berlalu dan kamu kembali. Senyummu kini terperangkap
dalam bingkai foto dan suaramu yang perlahan kulupa…