saya sempat murka pada tuhan. di depan ruang gawat darurat rs.polri kramat jati, tempat papi untuk kesekian kalinya dirawat karena stroke nya, saya berteriak ke angkasa "kalau tuhan mau ambil nyawa papi, ambil saja. tapi jangan siksa papi dan juga kami. saya benci kamu tuhan."
lalu tersungkur di lantai sambil menangis.
malam itu uang dua juta rupiah harus ada untuk infus dan segala macam obat, sementara uang di dompet tak cukup. papi tergeletak, napasnya tersenggal senin-kamis, matanya merah. mami cuma bisa menangis. papi memenggang erat tangan saya. saya tahu, kali ini dia tak ingin saya menolongnya. dia ingin pergi malam itu...
saya menelpon semua kawan yang ada di hape. kawan yang sekiranya bisa membantu. mekka mengantarkan saya ke tempat semua kawan yang bisa disambangi. jimmy di warung makan di matraman, mas dono, mas pras, dewi dan semua orang yang memungkinkan saya punya cukup uang untuk membayar obat malam itu.
uang akhirnya terkumpul, obat didapat. sambil tetap menggenggam erat tangan saya, mata papi menatap saya, "harusnya kamu biarkan papi pergi," itu yang saya tangkap malam itu. mengaduhnya dia ketika selang untuk makan sepanjang 1,5 meter masuk dari hidungnya ke lambung. sakit....
setiap hari setelahnya saya mensukuri tuhan yang masih kasih kesempatan papi hidup. meski tak lagi bisa bicara. matanya menggantikan mulut, tangannya masih bisa menulis. marah kadang, nasehat kadang. bahkan saat tak bersuara, kami masih sering berdebat.
suatu hari dokter bilang,"pak arif sudah bisa pulang. dirawat jalan saja." entah suara darimana yang bilang, hidup papi tersayang tak akan lama. cuma butuh tiga minggu sampai tuhan memanggilnya. ditunggunya saya sampai tiba di rumah.
disana berkumpul tetangga, yang mengaji dan berdoa. mami memegangi tangannya. melihat saya dia tersenyum, memeluknya untuk terakhir kali sebelum dia pergi untuk selamanya. terima kasih tuhan sudah menyudahi penderitaannya.
semoga saya sempat membahagiakan hidupnya. hari ini ulang tahunnya dan saya rindu sekali pada marahnya, tawanya, mata sipitnya yang suka dipaksa melotot, suaranya, wajahnya, sentuhan tangannya. kebiasaan saya berdansa sambil menginjak kakinya, mencabuti ubannya, berdebat untuk semua hal.
met ulang tahun pap... mestinya kita masih bisa merayakan di restauran padang sederhana kesenanganmu.... sampai jumpa kembali di lain tempat dan masa ;-)
No comments:
Post a Comment