Friday, January 30, 2009

warung kopi teman saya

Wed 8:54am on Facebook


kami berlima sibuk dengan perlengkapan teknologi masing-masing. dihadapan saya ada laptop dan ditangan ada hape, lola didepan saya berkacakaca membaca tulisan di laptop. sementara cindhe dan indro sibuk dengan facebooknya.

“makanya saya tidak mau pasang wi-fi. seperti ini neh, semua jadi autis,” tiba-tiba panto (pintu kalau dalam bahasa sunda) pemilik warung kopi 17 muncul dari balik meja bar.
“a-sosial mas. meski berlima, kami sibuk sendiri-sendiri,” kata saya sambil kembali memandangi laptop yang ga juga terkoneksi modem im2.

secara sadar atau tidak mau sadar, kita memang dijauhkan dari dunia sosial yang nyata dan menceburkan diri dengan sosialita semu. ada berapa banyak teman anda di facebook?

“teman gue udah seribu ci, tapi ga tahu siapa aja tuh mereka.” kata teman saya satu hari.
lain waktu teman saya entah sedih entah ngeledek atau pelacur-pelanpelan curhat- bilang “teman gue kok baru sedikit yah, lo udah 300-an nit. hebat bener.”

walah teman, 300-an makhluk di facebook saya itu palingan cuma 50 yang benar-benar teman. 50-an lainnya jejaring yang dibentuk karena kerjaan. 50-an lagi kawan-kawan lama yang tiba-tiba ketemu lagi di facebook. nah sisanya? entah lah... mungkin karena saya suka dengan mereka dan ingin tahu statusnya yang selalu “married to..” itu.

kembali ke warung kopi 17.

saat kafe-kafe lain berlomba menawarkan wi-fi gratisan, saya sempat berpikir jelek. apakah si pemilik tidak ingin pelanggannya berlama-lama ria dengan wi-fi sembari cuma minum secangkir espresso?

saya salah. konsep warung kopi ini dibuat senyaman di rumah yang anggotanya saling bersosialisasi satu sama lain. sofa-sofa besar di sudut kiri dan kanan mirip ruang keluarga dan ditengahnya ada meja bar. musik jazz lembut jadi backsound percakapan antar kawan. lampunya redup romantis. dan si pemilik ini yang membuat saya terkesan. dia adalah kawan, bukan bos-sebutan ini selalu bisa bikin kawan saya jengah.

ketika kami kembali ke alam nyata dan berbicang lagi, panto sang pemilik minta izin untuk bergabung ngobrol. bukan untuk beri nasihat macam orang tua yang selalu merasa benar, tapi seperti kawan. ketika dia kembali ke meja bar, dia bilang “saya tidak pernah membawa pulang cerita yang saya dapat dari pelanggan. bahkan tidak pada istri saya. cukuplah cerita itu sampai di depan pintu warung ini.”

sejak itu saya rasa tak perlu facebook untuk sejenak kabur dari kesibukan. saya akan kembali kesana sekedar minum espresso, menikmati alunan jazz dan berbincang panjang dengan panto, kawan baru saya

No comments: