Tuesday, December 30, 2008

dipaksa nikah

"pokoknya tahun 2009 ini, kamu harus nikah nit. mami mau doa lebih banyak, lebih khusyuk untuk kamu. dan kamu harus mulai mikirin diri sendiri ketimbang mami dan adikadikmu. tahun ini harus nikah yah."

begitu pesan mami senin pagi sebelum gue berangkat ke kantor. gue sih cuma senyumsenyum aja tadinya sampai dia bilang, "mami serius nita. kalau kamu masih belum nikah juga tahun ini, mami sama prima dan zi pindah aja ke bandung. supaya kamu lebih serius mikirin diri sendiri."

woalah.. mamiku sayang, nikah itu ga gampang. ga segampang mencari kacang goreng rasa bawang. butuh kecocokan dan terlebih lagi, gue lagi ga percaya sama lembaga yang satu ini. justru sekarang lagi berpikir apa gunanya menikah kalau semua orang bisa semaunya memperlakukan pasangan dan keluarga intinya.

ada berapa orang dari kawan gue yang pernikahannya baikbaik saja... hmm.... cuma satu sepertinya. terakhir seorang kawan yang baru menikah sebulan tiba-tiba menelpon tengah malam dan bilang "gue cape berantem terus" lah kalau capenya di sebulan pertama, bagaimana bisa melewati masa pernikahan perak.. taelah

berapa banyak lagi kemudian temen gue yang punya affair di luar penikahannya. banyak! heran kenapa juga mereka cerita sama gue yang masih mencari arti menikah... "kamu masih percaya sama lakilaki nit?" tanya seorang kawan beberapa waktu lalu.

gue jawab ketika itu "tidak!" tapi gue salah, yang berbuat itu tak cuma lelaki kok, perempuan juga, sama saja. ini persoalan cinta yang tak mungkin dikukung dalam lembaga pernikahan, cinta itu liar dia bisa muncul dimana saja kapan saja pada siapa saja. "tapi semua tergantung bagaimana lo memperlakukan rasa itu," kata kawan gue yang lain yang sudah 25 tahun menikah.

gue bisa selama itu kah jika menikah nanti? bisakah gue tabah membaca blog suami gue yang isinya bercerita tentang perempuan lain? sabarkah gue menerima guncingan kalau suami gue bermain hati sama perempuan lain? atau pandaikah gue membaca perubahan kata dan sikap dari suami gue yang penuh dengan rasa bersalahnya? dan ataukah gue mampu menahan godaan lelaki lain yang "lebih" dari suami gue sendiri?

mungkin gue seperti Ka, penuh ketakutan akan kehilangan kebahagiaan yang mungkin akan atau bahkan sedang gue nikmati. takut akan bahagia karena kehilangan itu menyakitkan. dan menikah bukan berarti bahagia meski tak ada orang menikah untuk bercerai, bukan.

mami sayang... gue belum siap untuk bahagia... itu saja.

No comments: